Jumat, 27 November 2015

Menyibak Pesona Bukit Rayang dan Sungai Badegolan


Bukit Rayang
Sesuai dengan janji saya pada tulisan sebelunya. Kali ini saya akan mengulang soal Bukit Rayang yang ada di Desa Sendangdalem Kecamatan Padureso, Kabupaten Kebumen. Bukit Rayang memiliki sebutan lainnya bagi warga sekitarnya seperti Gunung Kemangi dan Gunung Merayang. Bukit Rayang merupakan puncak di Perbukitan Silender yang paling utara. Ketinggiannya hanya 247 meter diatas permukaan air laut. Secara fisik, Bukit Rayang berupa dua buah batu besar yang ''nangkring'' diatas gundukan punggungan bukit. 

Sejumlah bukit disekelilingnya antara lain Bukit Larawudu, Bukit Munggang dan Bukit Pringtutul. Sejatinya ketiga bukit tersebut terpisah dengan Perbukitan Silender dengan ditandai dengan ketinggiannya yang berbeda cukup kentara. Selain itu diantara Bukit Lendersangan dan Bukit Pringtutul konturnya akan menipis dan tidak lebar. Hal tersebut didukung dengan dugaan adanya Patahan Kedunglesung yang memotong perbukitan ini tepat diantara kedua bukit tersebut.

Bagi wisatawan yang mengunjungi Waduk Wadaslintang melalui Kecamatan Alian, atau sebaliknya belum afdol kalau belum berfoto dengan latar bukit ini. Lokasinya yang berada dekat Jembatan Sungai Sedangdalem membuat bukit ini sangat familiar bagi siapa saja yang pernah melintas tersebut. Dibawahnya tak jauh terdapat penambangan batu alam sementara disekitar Jembatan terdapat kebun tebu yang akan hijau memanjakan mata kala musim penghujan tiba.

Jembatan Sendangdalem
Di sekitar Bukit Rayang masih dijumpai hutan dengan kebun-kebun milik warga. Kata UMI DWI ASTUTI (Hahahahahha) konon masih ada monyet-monyet berkeliatan disana. Tak sekedar monyet biasa melainkan monyet putih. Bule kali ya atau sudah tua jadi beruban. Bukit Rayang ini memisahkan sebuah dusun hingga akhirnya muncul dua nama dusun baru, yakni Lor Gunung dan Kidul Gunung. Dusun Lor Gunung berarti dusun yang berada di utara (Lor) gunung (Rayang). Sedangkan Dusun Kidul Gunung berarti dusun yang berada di selatan (Kidul) gunung (Rayang).

Tepat didepan Bukit Rayang terdapat pertiggan jalan. Masing-masing untuk menuju sejumlah desa Kecamatan Alian, Waduk Wadaslintang dan menuju Desa Rahayu (Kecamatan Padureso). Dibawah jembatan Sendangdalem terdapat sungai yang beair jernih dan segar saat msuim penghujan namun akan berbau anyir saat msuim kemarau. Sungai bernama Badegolan tersebut merupakan sungai yang mendapatkan air utama dari limpahan Waduk Wadaslintang. 

Sungai Badegolan
Sungai ini kadang digunakan oleh pecinta alam dari perguruan tinggi maupun umum untuk aktivitas canoying atau rafting. Meski tak banyak memiliki jeram namun sungai ini bisa menjaga debit air stabil sesuai kondisi waduk. Selain itu airnya jernik bak air kolam renang. Bagi kalian yang ingin mencoba canoying di sungai ini langkah pertama adalah izin. Yap, izin melalui petugas PLTA dibawah Waduk Wadaslintang. Selain itu harus membawa peralatan pendukung sendiri. Start pointny ada di depan PLTA Wadaslintang dan akan berakhir di Waduk Pejengkolan atau tepatnya di Obwis Kedungdowo Adventure Park.

Dengan demikian range Sungai Badegolan untuk canoying sekira 7 kilometer. Jeram di Sungai Badegolan tergolong sedikit dan tidak sulit sehingga nantinya akan banyak mengikuti aliran tenang terutama semakin ke hilir. Pemandangan dikanan kirinya berupa kebun warga dan sawah-sawah jadi akan tidak membosankan melalukan aktivias acnoying di sungai ini. Sebenarnya potensi canoying di Sungai Badegolan menjanjikan tapi belum ada yang berani mengelolanya. Demikian sedikit ulasan soal Bukit Rayang dan Sungai Badegolan.


Kamis, 26 November 2015

Daratan Kebumen Tak Imun Dari Gempa



Titik-titik pusat gempa 

Menjadi warga Kebumen dan Pulau Jawa serta Indonesia pada umumnya diharuskan hidup berdampingan dengan gempa bumi. Maka dari itu kita harus selalu waspada dan mengerti langkah antispasi saat terjadi gempa bumi. 

Saya pernah beberapa kali merasakan guncangan gempa bumi namun hanya bisa dihitung jari. Selain karena lupa,  memang frekuensi kejadian gempa bumi lebih sering saat saya sudah tidak di Pulau Jawa. Ya, saat ini saya kebetulan sedang bekerja di Kalimantan Timur. 

Beberapa kejadian gempa bumi yang pernah saya rasakan antara lain saat Gempa Bantul 2006, Gempa Pangandaran 2007, Gempa Indramayu 2007, Gempa Tasikmalaya 2009, dan Gempa Kebumen 2011. Nah saya akan cerita sedikit soal Gempa Kebumen 2011 yang terjadi dua kali yakni pada 5-6 Juni 2011. Berikut ini sedikit ulasan dari harian Suara Merdeka.

''Gempa pertama berkekuatan 3,7 SR berpusat 7.49 LS-109.68 BT, berada di darat 21 km timur laut Kebumen dengan kedalaman 10 kilometer, Minggu (5/6) pukul 21.02 WIB. Sedangkan gempa kedua berkekuatan 3,9 SR dengan pusat gempa 7.46 LS,109.66 BT atau 24 kilometer barat laut Kebumen dengan kedalaman 11 kilometer, Senin (6/6) pukul 02.11 dini hari.''

Pada saat itu saya tak lama setelah pulang dari Jakarta usai resign dari pekerjaan. Gempa pertama saya rasakan saat saya dan bapak saya sedang menonton TV di ruang tamu. Awalnya tidak begitu terasa namun lama-lama kaca jendela yang tepat disamping saya bergetar nyaring (kaca jendela rumah saya tidak terpasang kuat sehingga ada getaran kecil saja akan berbunyi).

Saya dan bapak sebelumnya tidak begitu yakin apakah itu gempa atau bukan karena getarannya lemah. Namun demikian kami tetap keluar rumah. Ternyata tidak ada tetangga yang keluar rumah saat itu, mungkin karena mereka sudah terlelap tidur.

Setelah kejadian itu saya sempat membuka facebook menggunakan ponsel buka tutup jadul. Ternyata memang ada informasi gempa tersebut dari BMKG, dulu masih Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Karena rasa kantuk yang sangat, akhirnya saya memutuskan untuk pergi tidur. Sementara bapak masih menonton TV seorang diri.

Gempa kedua terjadi pukul 02.11 WIB dan kami sekeluarga sudah terlelap tidur. Getaran terasa tak jauh berbeda dengan gempa pertama namun memang sedikit lebih besar. Sekat rumah saya yg terbuat dari triplek berbunyi cukup nyaring dan jendela juga demikian.

Saya terbangun namun tidak sampai keluar rumah karena saya pikir tak akan besar gempanya. Namun terdengar bunyi bapak membuka pintu untuk keluar rumah. Tak lama sada sayup suara tetangga mengucapkan kata ''Lindu..... lindu......''. Lindu di daerah saya berarti gempa bumi. Hingga pada akhirnya gempa yang saya rasakan bergerak ke kanan kiri tersebut berhenti. Setelah suasana kembali tenang saya terlelap.

Nah, itu berarti kejadian gempa bumi di Kebumen ternyata tak melulu bersumber dari laut selatan. Karena dua gempa 2011 ini menjadi buktinya bahwa daratan Kebumen terutama bagian utara tak imun sebagai kandidat sumber gempa. Ditenggarai banyak patahan/ sesar/ fault tua yang bisa aktif di wilayah utara Kebumen tepat di perbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara. Tiga sesar yang entah masih aktif atau tidak di Kebumen yakni Patahan Kedungbener, Patahan Kedunglesung dan Patahan Karanggayam. Patahan Kedungbener inilah yang menurut beberapa sumber tepat melintas diatas desa saya.

Akibat kejadian gempa tersebut sebanyak 10 rumah serta masjid di wilayah Desa Seboro Kecamatan Sadang yang menjadi daerah dekat pusat gempa mengalami kerusakan namun tidak ada korban jiwa. Dan kemarin pada tanggal 21 November 2015 dua gempa meletup kembali di sekitar wilayah tersebut. Masing-masing berkekuatan 3,2 SR dan 3,4 SR. Namun kedua gempa yang bersumber di pegunungan utara Kebumen tersebut hanya dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Banjarnegara.

Waduk Wadaslintang ''Ngabuburit''

Panorama Waduk Wadaslintang
Ini adalah cerita perjalan tahun 2013 yang sebelumnya sudah saya tulis di blog saya yang kehilangan password itu. Saat itu saya sudah mudik dan masih dalam suasana Ramadhan. Nah dalam rangka ngabuburit saya menyempatkan diri berkunjung ke Waduk Wadaslintang. Waduk ini berada di dua wilayah yakni Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen. Sebagian besar genangan airnya masuk Kabupaten Wonosobo. Namun bangunan bendungan dan Pembangkit Listri Tenaga Air (PLTA) nya berada di Kabupaten Kebumen. Tepatnya di Desa Sendangdalem Kecamatan Padureso.

Saya ke Waduk Wadaslintang bersama tiga teman karib saya. Mereka adalah Rasti, Roni dan Rudi (Dipet).  Tidak butuh waktu lama untuk ke menuju waduk ini karena jarak rumah saya (Desa Kalirancang Kecamatan Alian) dengan Waduk Wadaslintang cukup dekat, yakni melewati Desa Wonokromo. Dari Desa Kalirancang kita belok ke kiri masuk ke Jl. Raya Wonokromo. Perjalanan kesana sangat mengasyikkan karena sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan seperti persawahan, sungai, perbukitan dan pedesaan.

Di Desa Sawangan jalannya relatif landai dengan jalan yang  masih cukup lebar. Di kiri jalan nampak Bukit Pagerijo sementara di sebelah kanan terdapat Sungai Tekung. Setelah itu masuk ke Desa Wonokromo dan kontur jalan sudah mulai naik dan banyak menikung. Kanan-kiri jalan padat oleh perumahan penduduk. Tak lama kita menyebrangi sebuah Jembatan yang cukup besar. Jembatan itu melintang diatas Sungai Tekung (Kini (2015) ada jembatan baru di sisi utaranya sehingga lajur kanan dan kiri akan terpisah). Jalannya makin menanjak dan perbukitan Pujotirto mulai terlihat disisi utara. Di sisi selatan rangkaian Perbukitan Silender menemani perjalanan kita.

Waduk Wadaslintang 
Jalanan menyempit namun pemandangan tak putus disuguhkan. Sesaat meninggalkan Desa Wonokromo terdapat titik ''krusial'' yang sangat sayang jika dilewatkan. Belum afdol ke jika ke Waduk Wadaslintang jika belum berfoto di tempat ini. Tempat ini adalah sebuah perasawahan yanga da di Dusun Simbang Desa Wonokromo. Persawahan ini dibelah oleh jalan raya sehingga kita akan melihat sawah diatas jalan raya dan juga dibawah jalan raya. Selain itu di sisi utara nampak  Bukit Tumpeng gagah berdiri. Perpaduan indah antara terasering sawah berlatar Bukit Tumpeng.

Setelah Desa Wonokromo kita akan masuk ke Desa Kaliputih. Jalannya tetap sempit namun relatif mulus. Tak banyak ditemui pemukiman penduduk karena justru akan banyak kebun di kanan kiri jalan raya. Jalan raya juga sudah dipenuhi tanjakan sehingga kita harus hatihati. Jika tidak kita bisa masuk ke jurang yang ada di kiri jalan. Jurang tersebut berdasar aliran Sungai tekung. Perjalann diteruskan dengan menanjak-menanjak dan menanjak hingga kita menemukan pasar atau pusat keramaian. Tempat tersebut merupakan Pasar Manisan Desa Kaliputih.

Pasar yang strategis untuk wilayah Desa Kaliputih, Desa Tlogowulung dan Desa Pujotirto. Jika diketahui tempat ini juga sekaligus sebuah perempatan jalan jika ke kiri menuju Dusun Kalipuru Desa Pujotirto. Perjalanan kemudian berbalik dari yang sebelumnya menanjak kini saat memasuki Desa Sendangdalem jalanan menjadi menurun. Memasuki Desa Sendangdalem itu berarti sebentar lagi kita sampai. Dari sini juga sudah bisa lihat Benudngan dari kejauhan. Desa Sendangdalem tergolong ramai dan tentunya indah. Desa ini punya terasiring sawah yang memukau serta bukit yang indah. Tak lama kemudian akan ada pertigaan dekat bengkel kecil. Nah mau pilih lurus atau belok kanan syah-syah saja karena ujungnya juga menuju Waduk Wadaslintang. Kalau saya pilih belok kanan dengan melintasi jembatan Sungai Sendang.

Bukit Rayang dilihat dari Bendungan Wadaslintang
Selanjutnya dalam perjalanan kita akan disguhi sebuah bukit yang runcing dan 100% merupakan batu. Warga menyebutnya Gunung Rayang. Gunung atau Bukit Rayang adalah .............. (nanti dibahas diartkel sendiri). Kemudian kita akan melewati sebuah Jembatan dengan aliran sungai jernih dibawahnya. Ya, itu adalah Sungai Badegolan dengan air limpahan dari Waduk Wadaslintang. Sungai ini kadang digunakan untuk bermain canoying atau Rafting oleh sejumlah pecinta alam. 

Perjalanan berikutnya menanjak lagi dan lagi sebelum kita akan bertemu dengan perkebunan tebu yang aduhai hijau saat msuim hujan. Tak lama setelah melewati perkebunan tebu akan ada pertigaan jalan, kita ambil ke kanan. Tapi jika yang ingin menuju PLTA dan Ber-canoying bisa belok ke kiri. Setelah belok ke kanan tak telalu lama terdapat pertigaan lagi. Nah, kita ambil yang kiri kalau ambil belok kanan kita akan menuju Prembun atau Kabupaten Wonosobo gaes. Disini jalannya lebar dan mulus. Hati-hati jika melintas di jalur Desa Kaliputih - Wadaslintang pada musim hujan karena jalannya yang berbatasan dengan tebing sangat riskan terjadi longsoran batu maupun lainnya. safery First gaes....

Tak lama kemudian sampailah kita di pintu masuk obwisnya tapi karena tak ada yang jaga kita bablas saja tak dipungut biaya seperti yang lainnya. Dan ternyata Waduk Wadaslintang luar biasa indah. Airnya tenang berwarna biru itu seolah saling menatap dengan perbukitan hijau di pinggirnya. Ya, Waduk Wadaslintang berada diantara perbukitan menjulang. Di sepanjang kiri waduk merupakan rangkaian Perbukitan Indrakila sementara di sisi kanan nya merupakan Pegununagn Medasih Tangulangsi yang memanjang hingga jantung Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo.

Spillway menuju Sungai Badegolan dibwaha sana
Pemandangan yang sangat indah sore itu karena di bagian utara samar samar Pegunungan Serayu Selatan dan di tengah waduk kita bisa lihat keramba keramba ikan warga sekitar waduk, Ohya, waduk ini juga di gunakan untuk aktivitas memancing dan PLTA. Jadi pemandangan orang memancing lazim ada dan meruapakn pemandangansehari-hari. Jika msuim lebaran disediakan perahu wsiatawan yang bisa disewa untuk mengelilingi waduk. Pemandangannya tak hanya saat melihat ke utara saja. Coba lihatlah ke Barat/Selatan/Timur dan segala penjuru, semuanya memanjakan mata pengunjung.

Angin bertiup sepoi disini pastinya menambah betah berlama lama di Waduk Wadaslintang. Kalau kita sangat beruntung, kita bisa lihat air yang mengalir dari waduk melalui spileway dan kita juga bisa melihat pelangi tentunya. Dibawahnya nampak PLTA dan Sungai Badegolan. Sngai yang saya bilang tadi bisa digunakan untuk rafting karena punya bebatuan yang mengasilkan jeram. Sore itu ramai orang tapi bukan wisatawan hanya pemuda-pemuda dari sejumlah kecamatan di sekitar waduk. Sejumlah warung makan tersedia jika bukan bulan puasa dan permainan anak serta panggung hiburan biasanya tersedia jika pada masa liburan tiba. Contohny asaat libur lebaran, maka akan banyak wisatawan yang datang ke Waduk Wadaslintang. Begitulah sekelumit cerita soal Waduk Wadaslintang. Saya merasa saya tidak bnyak mendeskripsikan waduknya tapi perjalanannya yak? Kalian merasa tidak? Hahahahha..........

Selasa, 24 November 2015

Mendadak Piknik, Jembangan Wisata Alam (JWA)


Dermaga Jembangan Wisata Alam

Sebenarnya ini perjalanan lama saya dan teman teman saya ke obyek wisata Jembangan Wisata Alam (JWA) di Desa Jembangan Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen. Saya dua kali mengunjungi tempat ini. Pertama saat bersama rombongan emak emak rumpi dan temen temen juga. Nah yang kedua cuma bertiga yakni bersama Wulan dan Roni. Kami kesana sebelumnya tidak ada rencana. Jadi bisa dikatakan mendadak berwisata.

Kami berangkat dengan melalui rute Alian - Sruni - Poncowarno - Jembangan dengan mengendarai sepeda motor. Jalannya bagus meski sempit dan menjelang masuk Desa Jembangan banyak berliku. Namun demikian pemandangannya bagus sekali untuk merefres otak gemblung kami. Selain itu petunjuk jalan yang menuntun kami ke lokasi juga sangat jelas terpampang nyata di setiap pertigaan besar maupun kecil.

Pertama kami akan menemui gardu masuk di sisi kanan jalan. Soal tiket saya lupa berada waktu itu. Disini sudah ada perbedaan. Jika sebelumnya jalur masuk dan keluar satu jalan namun kini terdapat dua jalur. Jalur masuk harus lurus tidak belok ke kanan seperti dahulu kala. Jalan lurus dan menurun menuntun kami sembari disuguhi pemdangan kebun warga. Jalannya aspal baru dan masih bau baru heheheheh. Dan ternyata tak dinyana kita tembus di sisi utara Waduk Pejengkolan atau area obwis JWA. 

Tempat bermain anak dan gazebo
Sampai di situ akan ada pemandangan Waduk Pejengkolan yang tenang serta berwarna kehijauan. Setelah itu kami memarkirkan kendaraan. Kebetulan waktu kami kesana masih pagi dan belum banyak wisatawan. Bahkan warung makanan yang buka urung semua menjual makanan. Setelah itu kami lihat-lihat pemandangan serta memotret beberepa spot. Tak lupa kami bergila-gila ria di setiap sudut obyek wisata ini. Disini banyak wahana dan fasilitas yang disediakan, diantaranya:

1. Wahana
  • Perahu Naga
  • Perahu Kayuh
  • Kolam Renang
  • Cafe Apung
  • Kebun Binatang
  • ATV
2. Fasilitas
  • Mushola
  • Toilet
  • Aula Terbuka
  • Gazebo
  • Kid's Zone
Kami mencoba masuk kedalam Kebun Binatang dengan membayar tiket lagi sebesar Rp10.000. Ingat ya gaes setiap memasuki wahana akan dikenakan tiket lagi. Di Kebun Binatang ini cukup bagus dan artistik sekali karena konsepnya seperti kompleks villa. Hal tersebut disesuaikan dengan kontur lahan yang ebrupa lereng perbukitan. Koleksi hewan-hewannya cukup banyak dan terawat namun kandang beberapa hewan nampak sempit dan terlihat tertekan (stress). Kandang juga nampak lembab selain itu beberapa hanya beratap seng saja. Sedih deh.......

Kebun Binatang
Hewan-hewan yang sempat kami lihat ada Buaya, Burung-burung, Monyet, Rusa, Ikan, Ular, apalagi ya lupa saya hahahahhah. Bahkan kebetulan sekali kami menyaksikan para pengurus kebun binatang memandingan hewan-hewan tersebut. beberapa petugas juga nampak menyiapkan makanan. Saat sedang asyik melihat-lihat hewan kami terganggu dengan suara erangan salah satu hewan di bagian karantina. Setiap kandang hewan diberi keterangna nama serta asal hewan berikut dengan keterangan lainnya. Jadi recomended buat kalian yang membawa anak-anak. 

Setelah itu kami memutuskan untuk pulang. Intinya sih tempat ini asyik untuk berwisata terutama bersama keluarga. Selain wahananya dan fasilitasnya cukup baik, tempatnya yang modern tapi sejuk khas pedesaan juga baik untuk mereftes otak dan menghilangkan panik. Sekeluarnya dari gerbang obwis JWA kami mampir ke Bendungan Pejengkolan. Dari arah JWA jalan masuknya ada di sebelah kiri jalan atau tepat di jembatan saluran irigasi. Jalnnya rusak dan berbatu serta berdebu. Selain itu disampingnya terdapat saluran irigasi yang lebar namun minim air.

Bendungan Pejengkolan
Bendungan Pejengkolan merupakan bendungan pertama yang ada dibawah Waduk Wadaslintang. Bendungan ini mensuplay air untuk lahan pertanian (persawahan) diwilayah Kecamatan Poncowarno, Alian dan Padureso. Saat saya kesana kebetulan sedang musim kemarau jadi tak ada pemandangan air yang limpas ke sungai. sejatinya Bendungan ini berada di Sungai Badegolan. Dibawahnya atau dilaliran sungainya banyak batu batuan yang kadang digunakan untuk bermain wisatawan ''ngragas'' kaya saya hehehhehe. Karena hari itu tepat pukul 12.00 WIB kami akhirnya nyerah dengan matahari yang meyengat. Kami memutuskan untuk pulang saja. Oke deh cukup sekian sedikit cerita soal JWA karena saya sebenernya lagi kerja besok diedit lagi bisalah tambah detailnya. Bye brooo.....



Senin, 23 November 2015

Bukit Palaran RCTI Kota Samarinda


Pemandnagan dari atas Jl. Diwkora atau Bukit RCTI
Hari Minggu yang luang teman saya, sebut saja Arif, manusia asal Magelang yang tinggal di Samarinda seperti biasa mengajak saya main ke sebuah bukit di sekitar Samarinda Seberang. Dia bilang bukit tersebut dikenal dengan nama Bukit Palaran RCTI. Kenapa? Karena disitu ada pemancar/ transmisi stasiun televisi RCTI. Tapi kayaknya tidak hanya pemancar RCTI di sekelilingnya tapi juga ada pemancar TV lain.

Jarak dari Perum Sambutan sebenarnya tidak terlalu jauh tapi karena diseberang Sungai Mahakam dan jembatan baru belum jadi sehingga saya dan Arif (kami) memutar lewat Jembatan Mahakam atau Mahkota 1. Gak lucu dong kita berenang menyebrangi sungai? Dari Jembatan Mahkota 1 kami belok ke kiri mengikuti Jl. Bung Tomo. Setelah menelusuri Jl. Bung Tomo kami masuk ke Jl. Sultan Hasanudin. Kondisi jalannya bagus dan sedikit yang rusak karena masih dalam kawasan perkotaan. Kanan kiri merupakan pemukiman padat dan pertokoan yang sibuk dengan aktivitas bisnis. 

Dari Jl. Sultan Hasanudin kemudian tersambung ke Jl. Ampera. Nah sesaat memasuki Jl. Ampera terdapat pertigaan untuk ke Jl. Dwikora di sisi kanan jalan. Kalau gak salah jalan Dwikora ini sebelumnya adalah jalan utama sebelum dibangun jalan baru yang bisa menghubungkan ke Jembatan Mahkota 2 yang sedang dibangun. Jl. Diwkora ini langsung menanjak dan mungkin karena lama tidak digunakan lagi jalannya sebagian ambalas dan tertutup longsoran tebing di kiri jalan.

Pemandnagan dari atas Jl. Diwkora atau Bukit RCTI
Aliran air yangs eharusnya ada di tepi jalan naik ke badan jalan sehingga jalanannya licin dan ditumbui lumut (jika musim penghujan). Jalan menanjak panjang  dan baru kemudian berubah datar. Nah disitulah kami berhenti dan berarti kita sampai di bawah Bukit Palaran RCTI. Ya, Bukit ini ada di Jl. Dwikora Samarinda Seberang. Tak ada yang spesial hahahhahah . Disitu terdapat tanah lapang yang bakal digunakan untuk jalan karena nampak sudah rata. Memang dari sini terlihat Sungai Mahakam dari ketinggian dan lumayan indah sih. Menurut Arif seharusnya kami naik keatas lagi tepat di pemancar RCTI tapi karena semalam baru tuun hujan. Jalan yang melewati bukit tampak gembur dan ''mblesek''.

Akhirnya kami tidak jadi naik karena dibawah saja sandal kami sudah kaya bapak bapak lagi disawah hahahahhaha. Dibawah sana terdapat aktivitas bongkar muat Batu Bara entah perusahaan apa saya kurang tau. Dari sini juga terlihat Jembatan Mahkota 2 yang belum (nyaris) tersambung namun mangkrak. Perahu-perahu melintas di Sungai Mahakm yang lebar. Ah, perahu mungkin serasa berada di Jalan Tol. Mungkin kalau kami naik ketas lagi akan terlihat Kota Samarinda. Karena sudah rada sore dan cuaca kembali mednung akhirnya kami memutuskan untuk pulang.

Intinya bagi saya, wong Kebumen, Bukit ini tidak terlalu tinggi namun cukup bagus untuk melihat Sungai Mahakam dari ketinggian. Akses jalannya pun mudah tidak jauh dari keramaian.  Bukit Palaran RCTI terletak di Jl. Dwikora, Kelurahan Mesjid (Perbatasan Keluarahan Mesjid di Kecamatan Samarinda Seberang dengan Kelurahan Rapak Dalam di Kecamatan Loa Janan Ilir) Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda. Kalau bingung sila ketik nama Bukit Palaran RCTI pada google di smartphone kalian. Eh btw kenapa namanya Palaran ya? Mungkin karena dekat dengan Kecamatan Palaran hehehhe. Dan saya akan berikan daftar bukit di Samarinda dan tentunya menjadi titik-titik dataran tertinggi Samarinda disaring dari beberapa peta geologi termasuk google map. Ketinggaiannya saya pakai berkisar yaaaa. Cekidot:

1. Bukit Batuputang (240 mdpl)
2. Bukit Berambai (230 mdpl)
3. Bukit Batubiru (220 mdpl)
4. Bukit Batubesaung (200 mdpl)
5. Bukit Gununglampu (158 mdpl)
6. Bukit Palaran (130 mdpl)
7. Bukit Kalan (125 mdpl)
8. Bukit Loa Buah (120 mdpl)
9. Bukit Batuputih (100 mdpl)
10. Bukit Karangasam (100 mdpl)
11. Bukit Selili (100 mdpl)

Oke segitu aja ngawur-ngawurnya...........

Jalan-jalan ke Laguna Pantai Lembupurwo

Wisatawan melintas diantara gumuk pasir dan laguna
Daerah Kebumen di Jawa Tengah terkenal sebagai salah satu akses menuju Yogyakarta. Namun nyatanya, terdapat pantai cantik di Kebumen yang bisa dikunjungi. Traveler bahkan dapat melihat laguna cantik yang ada di sana. Pantai Lembupurwo, adalah salah satu pantai di Kebumen yang layak dikunjungi. Pantai Lembupurwo terletak di Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pantai ini berjarak 30 Km kearah tenggara Kota Kebumen, sekitar 1 Km dari jalan raya alternatif Kebumen atau jalan Daendels.

Saya berkunjung kesini bersama Wulan dan Yoga kira-kira lima hari setelah lebaran. Saya mengambl rute dari Alian menuju Kota dilanjutkan ke Buluspesantren dan terus ke timur melalui Ambal dan sampai di Mirit. Jalannya lebar namun kasar sehingga tidak nyaman digunakan untuk membawa motor dengan kecepatan normal sekalipun. Karena masih suasana mudik jadi banyak kendaraan yang melintas utama nya bus dan mobil pribadi dari arah timur.

Setelah sampai di Kecamatan Mirit kami sempat bingung dimana lokasi masuk menuju pantai tersebut karena jarang ditemukan petunjuk. Sempat kebablasan sekira 50 meter akhirnya kami menemukan gang masuk. Beruntung Wulan masih ingat kalau tidak mungkin akan kebablasan sampai Purworejo. Padahal saya sudah pakai GPS di Smarthphone lho hahahha. Jalan masuknya sempit hanya muat satu mobil dan satu motor. Jalnnya rusak dengan kondisi berlubang dan berdebu.

Perpaduan alam yang unik dan indah
Awalnya terdapat rumah rumah warga kemudian menyambung menjadi kebun warga yang berlahan pasir dan panas menyengat. Sampai di pintu gerbang akan ada gardu dan segerombolan warga yang menarik tiket masuk. Setelah membayar kami terus lebih masuk lagi. ternyata dari gardu masuk ke tempat parkir cukup terpisah jauh. Di tempat parkir tersedia gubuk-gubuk untuk meneduhkan kendaraan. Disitu juga terdapat toilet dan warung-warung makanan.

Setelah memarkirkan kendaraan kemudian kami menuju gundukan pasir yang lapang dan panas. Pantainya tak terlihat hanya gundukan gumuk pasir. Namun taraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... dibalik gundukan pasir ada pemandangan hijau memanjang dari timur ke barat.  Dannnnnnn..... cerita diteruskan dengan artikel saya di detiktravel.com dibawah ini ya :D

Memang, pantai ini tak jauh berbeda dengan Pantai Petanahan, Suwuk, Bopong, Ambal, maupun Bocor di Kabupaten Kebumen yang memiliki pasir hitam. Namun ada hal yang unik di pantai yang berada di perbatasan Kabupaten Kebumen dengan Purworejo ini. Pantai ini memiliki sebuah Laguna, yakni telaga payau di dekat pantai yang dipisahkan oleh hutan cemara udang. Laguna yang juga merupakan muara Sungai Wawar ini ditumbuhi pohon bakau dan pohon cemara yang rimbun serta hijau.

Wahana yang tersedia untuk menikmati laguna
Selain itu, Pantai Lembupurwo juga memiliki fenomena unik lainnya, yakni berupa Gumuk Pasir yang masih aktif. Gumuk Pasir di pantai ini memiliki ketinggian yang jauh berbeda dengan pantai lainnya di Kebumen. Jika bisa dikelola dengan baik, gumuk pasir ini bisa dimanfaatkan sebagai wisata selancar pasir atau sandboarding. Dari atas gumuk pasir ini pula disediakan wahana flying fox dengan menyeberangi laguna menuju hutan cemara udang dan pantai.

Pengunjung juga bisa menyeberang melalui jembatan bambu, sembari melihat tanaman mangrove yang subur di sepanjang laguna. Tampak juga ikan kecil yang berenang ke sana kemari. Untuk menikmati telaga, pengunjung bisa menyewa perahu genjot maupun perahu nelayan untuk mengelilingi telaga air payau tersebut. Pantai ini juga dijadikan konservasi penyu dikarenakan garis Pantai Lembupurwo merupakan lokasi langganan bertelur penyu tiap tahunnya.

Hutan cemara udang untuk berteduh
Sedangkan hutan cemara udang di sepanjang pantai ini memberikan keteduhan bagi pengunjung setelah berpanas-panasan di bibir pantai. Warung-warung makanan pun ada di bawah pohon cemara, sehingga suasana sejuk dan dingin akan menemani waktu istirahat pengunjung. Kuliner yang patut dicoba saat mengunjungi pantai ini adalah Sate Ambal, Es Kuwut, ataupun Dawet Ireng.

Bagi traveler yang berkunjung pada tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri, maka pengunjung akan bisa melihat tradisi warga setempat yang bernama Grebeg Rowo. Dalam tradisi itu, warga sejumlah desa di Kecamatan Mirit dan sekitarnya berbondong-bondong menuju Pantai Lembupurwo yang berada tak jauh dari rumah mereka. Warga dengan aneka kendaraan datang membawa serta sanak keluarganya itu dan tumpah ruah di pantai. Tradisi tersebut secara umum layaknya ajang silaturahmi warga setempat. Bagaimana, tertarik untuk mengunjunginya?

Kamis, 05 November 2015

Bukit Pagergeong

Bukit Pagergeong dilihat dari sisi Barat (Desa Kalijaya)
Bukit Pagergeong adalah sebuah bukit di perbatasan Desa Kalirancang, Kalijaya, Karangkembang, Sawangan, dan Seliling di Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen. Jika kamu bertanya ke warga di wilayah tersebut dimana Bukit Pagergeong berada sebagian besar dari mereka tidak akan tahu. Karena warga di masing-masing desa memiliki nama sendiri-sendiri.

Bukit Pagergeong berasal sari kata bahasa jawa yaitu ''Igir'' atau ''Wagir'' yang dalam bahasa Indonesia berarti Bukit dan kata ''Geong''. Hal tersebut sesuai pula dengan peta geologi pemerintah Belanda dahulu. Namun lambat laut pengucapannya berubah menjadi Wager Geong hingga akhirnya menjadi Pager Geong atau Pagergeong. Bukit ini memiliki total ketinggian 289 meter diatas permukaan air laut. Bukit Pagergeong berada di sisi barat Patahan Kedungbener yang membelah Kecamatan Alian. Bukit Pagergeong diapit oleh dua sungai, yakni Sungai Kedungbener dan Sungai Kalijaya. Bukit Pagergeong memiliki luas sekira 4,91 km2. Bukit Pagergeong memiliki beberapa puncak atau bukit disekitarnya yakni Bukit Tangkil, Bukit Punthuk dan Bukit Sikenap. Bukit Tangkil oleh warga Desa Seliling dan Karangkembang biasa disebut ''Gunung Pagersuru''

Jika dilihat secara fisik Bukit Pagergeong memiliki puncak berarah barat ke timur dengan titik tertingginya di bukit utama sebelah barat. Bukit Tangkil sejatinya adalah punggungan Bukit Pagergeong yang memanjang ke selatan. Begitupun Bukit Punthuk dan Sikenap. Lereng sisi utara dan timur Bukit Pagergeong sangat terjal dan sempit sehingga tak banyak kalen (sungai kecil) yang mengalir ke Sungai Kedungbener.

Kalen di lereng sebelah utara yang berhulu di bukit utama ada dua. Yakni kalen yang melintasi Dusun Jasman di Desa Sawangan di sisi - utara timur dan kalen yang menjadi batas Desa Kalirancang Barat dengan Desa Kalijayadi sisi utara barat. Kalen lain yang terpisah yakni kalen yang ada di Dusun Kalisetra Desa Kalirancang di sela punggungan sisi utara Bukit Pagergeong.

Peta sederhana pembagian nama oleh masing2 daerah
Berbeda dengan lereng utara yang terjal dan minim kalen, lereng selatan cenderung lebih landai dan luas. Sebagian besar kalen mengalir ke sisi selatan ini. Setidaknya terdapat empat kalen berhulu dari Bukit Pagergeong sebelum akhirnya saling bertemu di Dusun Dukuh Desa Seliling sebagai Sungai Dukuh atau warga setempat menyebutnya Kalen Kedungdawa. Selain dari Bukit Pagergeong sumber airnya juga berasal dari lereng timur Bukit Tangkil. Kalen Kedungdawa selanjutnya mengalir ke tenggara dan bermuara ke Sungai Kedungbener.

Sungai Dukuh atau Kalen Kedungdawa terkenal dengan fenomena alam uniknya yakni adanya lubang-lubang menganga seperti sumur dengan kedalaman berfariasi di beberapa bagian di kalen.


Sejumlah air terjun mini dapat dijumpai di kalen yang satu ini. Sama seperti di sisi utara, Kalen Kedungdawa juga berdasar atau berlantai batu pasir dan tuff hanya saja kalen Kedungdawa lebih besar. Satu kelen yang ada di sisi timur Bukit Pagergeong berada tak jauh dari pertigaan Desa Sawangan. Kalen ini juga terkenal dengan gorda-nya. Sedangkan sisi barat juga terdapat dua kalen kecil yang masuk ke wilayah Desa Karangkembang. 

Bukit Pagergeong ditanami sebagian besar berupa pohon jati, mahoni, dan walikonang terutama di bagian-bagian atas bukit ini. Selain itu juga digunakan untuk tegalan tanaman palawija warga sekitar seperti tanaman singkong, jagung, kacang tanah dan kacang hijau. Sementara pohon buah-buahan yang umum adalah Pohon Mangga, Pepaya, dan Jambu Biji. Di Desa Kalirancang dan Sawangan beberapa bagian ditanami padi atau sawah tadah hujan.

Berikut ini foto Bukit Pagergeong diambil dari google street view


Bukit Pagergeong dari sisi selatan atau Desa Surotrunan

Bukit Pagergeong dilihat dari sisi utara atau Desa Kalirancang Barat (Kalikudu)

Bukit Pagergeong dilihat dari sisi utara atau Desa Kalirancang Timur (Jerotengah)

Bukit Pagergeong dilihat dari sisi tenggara atau Desa Sawangan

Lereng utara Bukit Pagergeong dilhat dari Dusun Kalisetra Desa Kalirancang

Bagaimana?

Minggu, 01 November 2015

Curug Silancur Menanti Dikelola

Curug Silancur
Gamam rasanya melihat keindahan Curug Silancur di Dusun Pujegan Desa Wadasmalang Kecamatan Karangsambung belum bisa dikelola (terutama warga setempat). Melalui tulisan ini saya berharap kalian warga terutama pemuda-pemudi Desa Wadasmalang (semoga membaca tulsian ini) tergerak untuk menyulap desa kalian menjadi desa tujuan wisata. Jangan mau kalah dengan pola pikir masyarakat pesisir Kecamatan Ayah yang getol dan jeli melihat peluang ekonomi. Atau baru-baru ini justru di Desa/Kecamatan Karangsambung, yakni masyarakat yang mulai membuka Bukit Pentulu Indah untuk wisatawan. Tapi saya pikir kebanyakan pemuda-pemudi diwilayah Wadasmalang ini lebih banyak yang merantau.

Curug Silancur (punya kalian) mempunyai daya tarik yang luar biasa. Alam di DesaWadasmalang sangat mendukung dijadikan tempat tujuan wisata alam. Jangan takut dengan dampak negatifnya seperti alam rusak, dijadikan tempat mesum dan lain-lain. Banyak cara untuk menyisihkan dampak negatif tersebut asal nantinya ada yang ketat mengawasi. Ambilah sebanyak mungkin dampak positifnya. Ngomong saja mungkin gampang, tapi kalau gak ngomong gak akan dikerjakan.

Curug Silancur ini bisa dikembangkan dengan konsep Desa Wisata sehingga tak harus merubah banyak konsep alaminya. Ingat, wisatawan kini mencari tempat wisata yang masih alami dan menantang. Tak usah banyak pembangunan sana-sini. Cukup sediakan fasilitas yang dibutuhkan saja seperti tempat sampah, tempat parkir (keamanan terjamin), toilet, dan warung makan. Intinya mempermudah wisatawan menuju ke lokasi. Saat ini wisatawan harus bersusah payah menuruni lereng terjal. Yah, seperti tempat wisata wisata air terjun di Kulonprogo, Yogyakarta. Dengan fasilitas yag baik namun tiket juga tetep ramah alias tidak kemaruk.

Selain Curug Silancur masih ada Curug lainnya yang bisa disatupaketkan. Selain itu persawahan di Desa Wadasmalang yang berterasiring bisa digunakan untuk daya tarik tersendiri. Aktivitas petani di sawah akan menarik wisatawan (terutama yang berasal dari perkotaan). Dampaknya maka roda ekonomi warga akan meningkat. Caranya seperti warga bisa berjualan hasil bumi seperti buah-buahan atau makanan lainnya hanya berjualan dipinggir jalan menuju curug. Selain itu kawasan ini pasti akan lebih diperhatikan serta diutamakan sehingga infrastruktur kegiatan warga menjadi lebih baik.

Membuka sebuah obyek wisata air terjun atau Curug berarti berani menjaga alam disekitarnya. Ini dampak positif lainnya. Warga diwajibkan menjaga wilayah atau daerah tangkapan air yang menjadi sumber aliran curug. Bagaimana dengan Curug Silancur?

Curug Silancur berada di hulu Sungai Kedungbener dengan daerah tangkapan air yang tidak terlalu luas sekira 1,45 km2. Hulu sungai ini adalah di perbukitan Sirangkok. Sebuah perbukitan yang didominasi pinus Perhutani yang membatasi Desa Wadasmalang dengan Desa Cangkring (Kecamatan Sadang) dan masih rangkaian Perbukitan Paras - Sirangkok. Ada dua sungai kecil dihulunya yang kemudian membelah perkampungan Dusun Pujegan.

Selama ini Curug Silancur memiliki debit air yang besar saat musim penghujan. Namun akan terus mengecil di musim kemarau. Namun demikian ''kelangkaan air'' di Curug Silancur pada musim kemarau tak berlangsung lama (tidak selama musim kemarau). Sebenarnya ini adalah ''masalah'' yang harus ditangani bagaimana menjaga debit air agar tidak kering kerontang. Salah satunya menjaga hutan di daerah tangkapan airnya agar tetap rindang sehingga mampu menyimpan air. Hulunya meruapakn hutan pinus Perhutani. Saya yakin Perhutani bisa menjaga hutan dengan baik. Selain itu hulu sungai yang juga dihuni sebuah dusun pastinya akan ada sampah-sampah rumah tangga maupun limbah lainnya. Ini yang harus diedukasikan kepada warga untuk tidak membuang sampah di sungai dan BAB di sungai.

Akses jalan menuju Curug dari jalan raya selama ini gak jelas dan terjal karena kemiringan lahan dilokasi. Maka dari itu perlu dibuatkan ''jalur'' yang nyaman dengan pembangunan anak tangga dan jalan lain. Anak tangga ini nantinya harus mengikuti kontur lahan (berundak) sehingga tidak banyak ''memotong'' lahan pertanian atau tanah warga. Zig-zag memungkinkan untuk mengurangi kemiringan jalan segingga tidak akan melelahkan wisatawan. Di sepanjang jalan dibuat semacam gubuk/ pos/ gazebo tradisional (kecil saja) untuk tempat melepas lelah, tiga saja atau berapa menyesuaikan kondisi di lapangan. Sepanjang jalan ini juga harus ada pagar/ pagar pembatas/ pagar pegangan sehingga aman serta yang paling penting adanya tempat sampah.

Parkir kendaraan, warung, toilet, mushola sebaiknya difokuskan disisi/ atas jalan raya. Hindari warung disekitar Curug karena nantinya akan disalah gunakan oleh wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Pasang papan himbauan bahwa wisatawan dilarang merusak tanaman, membuangs ampah, berbuat mesum dll. Selain itu ingatkan bahwa wialayah tersebut merupakan wilayah Cagar Alam Nasional Geologi Karangsambung dan Perhutani. Tempat penjualan tiket diletakan sesaat turun ke jalan setapak/ curug karena jalan raya adalah jalan umum bagi warga (yang bukan untuk berwisata).

Dan semua itu kunci utamanya di ''Warga, terutama yang mempunyai tanah/lahan disekitarnya''. Apakah mereka ''rela'' tanahnya yang mungkin memiliki produktivitas emas diinjak injak dijadikan jalan menuju Curug Silancur? Semoga lekas dikelola dengan baik. Dan ingat harus ijin bapak-bapak perhutani biar tidak bermasalah nantinya :D