Rabu, 17 Februari 2016

Curug Wringin Kebumen dan Tiga Pemandu Kecil

Curug Wringin
Hiii serem, ngeri, takut, gak berani! Begitu kiranya kata-kata yang dilontarkan salah satu temen saya saat bercerita tentang Curug Wringin yang terletak di Dusun Era Gemiwang Desa Pujotirto Kecamatan Karangsambung. Apalagi sejak kejadian salah satu warga yang tewas tenggelam di Curug tersebut beberapa waktu lalu. Pbehhhhh tampah angker lah dipandangan orang-orang. Hingga akhirnya saya tambah penasaran seperti apa sih aura Curug Wringin sehingga dijuluki air terjun angker? Pukul 10.30 WIB saya berangkat dari rumah bersama Wulan dan Yoga. Cuaca saat itu berawan namun tetap panas vetar membahenol.

Rute:

Dari Kalirancang/ Kota Kebumen ambil arah ke PAP Krakal lanjut ke Pasar Indrakila Krakal. Lalu ke utara hingga menemui SD, Jembatan dan Masjid Jerotengah. Beberapa meter kedepan terdapat sebuah pertigaan. Kamu harus ambil jalur kanan atau lurus yak! Kalau kamu ambil kiri nanti kamu ke Wadasmalang/ Plumbon. Nah setelah lurus, ya kamu harus lurus saja terus mengikuti jalan raya tersebut.


Sekira 1 kilometer akan melewati perkampungan dengan jalan (tak begitu) menanjak, 1 kilometer lagi akan disambut hutan kanan kiri jalan, lalu akan menemui perkampungan lagi yakni Dusun Era Siwaru. Bukan, bukan itu tempatnya jadi kamu harus lurus lagi hingga menemui sebuah perkampungan yang lumayan ramai dengan perempatan jalan. Lurus saja, dan beberapa puluh meter maka akan menemui sebuah rumah berkeramik dinding biru di sisi kanan jalan. Parkirkan kendaraanmu disini lur. Rute jelas buka via google map berikut ini, ikuti hingga garis biru terputus. Saya bikinkan mulai dari Alun-alun Kebumen hingga tempat parkir curug. Klik disini: Rute ke Curug Wringin

Tempat parkir Curug Wringin
Karena saya, Wulan, dan Yoga (Kami) baru pertama kali ke Curug ini jadi kami kebablasan beberapa meter. Saya yang pegang google map sudah yakin sekali perjalanan harus berakhir disini. Benar saja saat saya bertanya ke rumah paling ujung berkeramik dinding biru itu ternyata disitu tempat parkirnya. Dan ternyata juga sudah ada papan petunjuk bahwa disitu tempat parkir wkwkwkkwk (#butamendadak). Setelah memarkirkan sepeda motor kami bertanya dua mas-mas diteras rumah tersebut yang sedang membersihkan Jenitri untuk dimana Curugnya.

Saya: Mas, curugnya masih jauh?
Masnya: Masih mas, sudah tau belum jalannya?
Saya: Belum
Masnya: #mukabingung

Disaat kami teng teng kebingungan tak jauh dari kami terdapat tiga gadis tanggung yang kebetulan mau ke sekitar Curug Wringin. Si mas yang tadi pun memanggil dan menyuruh untuk sekaligus memandu kami kesana. Beruntung sekali kami bisa dapat pemandu hahahhahaha. Lalu kami jalan kaki sebentar di jalan raya llau belok ke kanan melewati saluran air kecil yang punya air aduhai adem, segar, dan bening. Jalan menanjak bersetapak itu berada di kaki Bukit Watulawang atau warga sekitar bilang Gunung Kepala. Tak lama bertemu dengan sekelompok ibu-ibu sedang menggendong jagung hasil panen. Tiba-tiba pemandu kecil kami ditahan olehnya serta mereka seperti berbicara/ berbisik dengan raut wajah marah/ tak suka.

Bukit Tumpeng
Saya dalam hati juga merasa kalau pasti si Ibu ini tidak ingin pemandu kami mengantarkan ke curug karena sangat riskan. Curug Wringin memanglah dianggap sangat angker oleh warga sekitar. Namun karena ngeyel atau apa pemandu kami terus saja melanjutkan perjalanan dan kami yang bertemu dengan si Ibu tadi hanya saling memandang senyum tanpa kata. Perjalanan mulai datar dan melintasi persawahan yang hijauuuuuuuuuu. Buset deh indah sekali pemandangan dari sini karena di kejauhan sebelah timur ada Bukit Tumpeng. Lalu kami melewati kebun warga, sawah lagi, kebun dan hutan. Selama perjalanan kami bertemu dengan warga yang sedang beraktivitas. Semuanya sedang memanen Jagung. Bagi yang suka dunia geologi juga dapat menemui bongkahan batu pasir karbonat yg cukup besar dan rapi.

Keanehan

Perjalanan kami lanjutkan dengan trek turun namun tak terjal sehingga mudah dilalui. Namun semakin kami mendekati curug cuaca mendung tiba-tiba mengiringi. Suasana menjadi lebih gelap dan angin bertiup sepoi. Ditengah hutan nan sunyi kami menyusuri tegalan. Sesekali Wulan bertanya ke pemandu kecil berapa jauh lagi curugnya karena hari sudah mau hujan. Setelah setengah perjalanan terdengar gemuruh hebat yang kami kira hujan lebat datang. Namun para pemandu kecil kami bilang itu hanya angin. Benar saja, itu angin yang mengantarkan mendung di langit. Semakin dekat dengan curug sekain mendung datang menghantui kami. Para pemandu kecil tetap semangat berjalan sementara Wulan dan Yoga mulai tidak yakin dan ingin memutuskan untuk kembali saja.

Terima Kasih Yoga dan Wulan
Namun, pemandu kecil meyakinkan Wulan kalau curug sudah dekat beberapa meter lagi. Lalu kami meneruskan perjalanan dan menemukan air terjun kecil. Kami melewati air terjun tersebut dan menemukan papan ucapan Selamat Datang di Curug Wringin disalah satu sudut. Lokasinya seperti akan ditata namun terbengkalai. Lalu tiba-tiba pemandu kecil berhenti mendadak lalu duduk.

Saya: Loh dek kok berhenti? Dimana curugnya?
Pemandu: Dibawah sana?
Saya: Ayo turun. Ini lewat mana?
Pemandu: Saya disini saja lah. Takut.

Karean cuaca yang makin gelap saya tak pikir pusing memikirkan ketiga pemandu itu. Saya nekat saja menuruni jalan terjal, dan licin tersebut hingga sampai dibwah air terjun. Wulan dan Yoga masih bertahan diatas bersama pemandu. Akhirnya saya bisa melihat Curug Wringin. Lagi lagi cuaca membuat saya bergegas mendekati curug untuk mengambil foto serta video. Lalu Wulan dan Yoga menyusul kebawah. Kami berfoto2 seperlunya karena cuaca sudah sangat tidak mendukung. Kami juga takut ada air bah kalau-kalau dihulu sudah hujan. Benar saja! Hujan turun dan kami berlarian tunggang langgang naik. Kami lanngsung memutuskan pulang karena hujan. Tetiba para pemdu kami bilang bahwa mereka tidak bisa mengantar kami pulang.

Saya: Lah adek mau kemana kok tidak ikut pulang?
Pemandu: Mau ke Puncak Kempyung mas
Saya: Yakin?
Pemandu: Iya mas.

Wulan memandang Curug Wringin
Dengan rasa was-was saya sebagai yang tertua disitu meyakinkan para pemandu yang maish kecil bisa ditinggal ditengah hutan seperti itu. Setelah yakin kami bergegas menjauhi mereka karena cuaca masih hujan. Ditengah jalan kami bertemu tiga oran warga, Bapak-Ibu dan Cucu yang habis panen jagung mau pulang. Dia bertanya ramah kepada kami dan sempet mengobrol soal kejadian tewasnya pengunjung di Curug Wringin. Selain itu mereka terheran-heran dengan pengunjung bukan kami saja tapi semua yang rela bersusah ke Curug Wringin. Ya bagi banyak warga sekitar Curug, curug dianggapa hal biasa yang tak ada istimewanya. Iya kan? Lalu kami melanjutkan perjalanan pulang dan keanehan terjadi lagi semakin kami menjauhi curug cuaca tiba-tiba hujan berhenti, awan mendung seolah hilang. Semakin jauh lagi, sinar matahari semakin terasa di kulit kami. Sebel juga kenapa tidak cerah saja terus wkwkkwkwk. Beruntung saya hafal jalan pulang dan kembali bertemu dengan ibu-ibu yang kami temui saat berangkat tadi.

Ibu: Loh mas, bocah yang tadi kemana?
Saya: Itu bu dia gak mau pulang. Katanya mau ke Kempyung
Ibu: Bocah kenthir (Gila) #sambilkayamarahgitu

Lalu sambil berjalan si Ibu bertanya kepada kami soal kejadian tewasnya pengunjung disana. Saya menjawab bahwa saya tau. Saya juga menjelaskan tak ada efek apapun ke saya soal kejadian tersebut. Menurut saya itu adalah murni kecelakaan air. Kemudian si Ibu perpesan agar hati-hati dan jangan mandi di Curug tersebut. Kami pun senang dan mengiyakan pesan si Ibu. Lalu kami kembali ke tepi jalan raya untuk membersihkan kaki dan sandal dari tanah liat yang menempel. Kemudian saya bergegas menuju parkiran. Saat mau pulang kami tidak diharuskan membayar parkir, wah senangnya (padahal cuma Rp. 2.000). Cuaca kini cerah namun masih ada rintik hujan yang sesekali jatuh menemani saya turun dari Era Gemiwang ke Krakal.

Soal Curug

Dari yang takut jadi senang, Wulan.
Curug Wringin ketinggiannya sekitar 20 meter dengan aliran tunggal. Formasinya lumayan tegak lurus tapi rada menyerong ke kiri. Airnya deras dan sangat jernih. Saking jernihnya kolam/ kedung dibawahnya berwarna hijau kebiruan. Diseklilingnya banyak pepohonan terutama bambu jadi sangat teduh, dingin, dan beraura mistis. Mungkin karena hal tersebut juga yang menjadikan curug ini jadi kaya angker begitu. Kedungnya katanya punya kedalaman hingga 6 meter. Percaya saja sih karena terlihat tenang dan biru. Dibawahnya ada beberapa curug kecil juga. Secara keseluruhan curug ini bagus bangeeeeeeeeeeeeeeeeet.

Karena capek, kami memutuskan untuk marung di Bakso Parji yang beada tepat didepan/ kios Pasar Krakal. Saya memesan Bakso kosongan dan segelas es campur. Buat kalian yang habis ke Curug Wringin, Ganden, Silancur, Plumbon, PAP Krakal, Sindaro harus mampir kesini. Bakso Parji adalah bakso legendaris yang dimiliki Alian. Setelah makan selesai saya membuka hape untuk melihat hasil foto serta video di Curug tadi. Jreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng! Video yang saya yakinkan tadi merekam lebih dari 2 menit dan terdiri dari beberapa rekaman tak bisa dibuka. Semua berubah hanya menjadi dua detik saja. Bebarapa gambar hanya hitam tak nampak air terjunnya. Sedih dan marah rasanya T_T. Saya pun ngedumel sendiiri akhirnya pengen kembali lagi kesana apalagi itu hari hari terakhir saya di Kebumen. Dan akhirnya saya tidak kembali, arghhhhhhhhhhh.

Setelah kami sampai rumah kami baru terpikirkan bahwa kami sebenarnya ke Curug Wringin tepat pukul 12.00 WIB atau saat Dhuhur. Hmmmm pantas saja terjadi beberapa keanehan yang menimpa kami. Buat kalian yang ingin kesana usahakan datang di waktu yang panjang mulai dari jam 08.00 WIB s/d 11.00 WIB atau jam 13.00 WIB s/d 16.00 WIB. Dan tentunya juga harus melihat cuaca jarena sangat riskan jika mengunjungi Curug Wringin saat hujan atau mendung tebal selain suasana yang redup/ gelap/ mencekam pastinya rawan banjir air bah serta longsor. Okelah tapi overall seneng bisa liat Curug Wringin coy. Kalian harus kesana tapi ingat jnagan mandi. Oke! Sudah dulu lur coy gaessss.............


Tidak ada komentar:

Posting Komentar