Minggu, 01 November 2015

Curug Silancur Menanti Dikelola

Curug Silancur
Gamam rasanya melihat keindahan Curug Silancur di Dusun Pujegan Desa Wadasmalang Kecamatan Karangsambung belum bisa dikelola (terutama warga setempat). Melalui tulisan ini saya berharap kalian warga terutama pemuda-pemudi Desa Wadasmalang (semoga membaca tulsian ini) tergerak untuk menyulap desa kalian menjadi desa tujuan wisata. Jangan mau kalah dengan pola pikir masyarakat pesisir Kecamatan Ayah yang getol dan jeli melihat peluang ekonomi. Atau baru-baru ini justru di Desa/Kecamatan Karangsambung, yakni masyarakat yang mulai membuka Bukit Pentulu Indah untuk wisatawan. Tapi saya pikir kebanyakan pemuda-pemudi diwilayah Wadasmalang ini lebih banyak yang merantau.

Curug Silancur (punya kalian) mempunyai daya tarik yang luar biasa. Alam di DesaWadasmalang sangat mendukung dijadikan tempat tujuan wisata alam. Jangan takut dengan dampak negatifnya seperti alam rusak, dijadikan tempat mesum dan lain-lain. Banyak cara untuk menyisihkan dampak negatif tersebut asal nantinya ada yang ketat mengawasi. Ambilah sebanyak mungkin dampak positifnya. Ngomong saja mungkin gampang, tapi kalau gak ngomong gak akan dikerjakan.

Curug Silancur ini bisa dikembangkan dengan konsep Desa Wisata sehingga tak harus merubah banyak konsep alaminya. Ingat, wisatawan kini mencari tempat wisata yang masih alami dan menantang. Tak usah banyak pembangunan sana-sini. Cukup sediakan fasilitas yang dibutuhkan saja seperti tempat sampah, tempat parkir (keamanan terjamin), toilet, dan warung makan. Intinya mempermudah wisatawan menuju ke lokasi. Saat ini wisatawan harus bersusah payah menuruni lereng terjal. Yah, seperti tempat wisata wisata air terjun di Kulonprogo, Yogyakarta. Dengan fasilitas yag baik namun tiket juga tetep ramah alias tidak kemaruk.

Selain Curug Silancur masih ada Curug lainnya yang bisa disatupaketkan. Selain itu persawahan di Desa Wadasmalang yang berterasiring bisa digunakan untuk daya tarik tersendiri. Aktivitas petani di sawah akan menarik wisatawan (terutama yang berasal dari perkotaan). Dampaknya maka roda ekonomi warga akan meningkat. Caranya seperti warga bisa berjualan hasil bumi seperti buah-buahan atau makanan lainnya hanya berjualan dipinggir jalan menuju curug. Selain itu kawasan ini pasti akan lebih diperhatikan serta diutamakan sehingga infrastruktur kegiatan warga menjadi lebih baik.

Membuka sebuah obyek wisata air terjun atau Curug berarti berani menjaga alam disekitarnya. Ini dampak positif lainnya. Warga diwajibkan menjaga wilayah atau daerah tangkapan air yang menjadi sumber aliran curug. Bagaimana dengan Curug Silancur?

Curug Silancur berada di hulu Sungai Kedungbener dengan daerah tangkapan air yang tidak terlalu luas sekira 1,45 km2. Hulu sungai ini adalah di perbukitan Sirangkok. Sebuah perbukitan yang didominasi pinus Perhutani yang membatasi Desa Wadasmalang dengan Desa Cangkring (Kecamatan Sadang) dan masih rangkaian Perbukitan Paras - Sirangkok. Ada dua sungai kecil dihulunya yang kemudian membelah perkampungan Dusun Pujegan.

Selama ini Curug Silancur memiliki debit air yang besar saat musim penghujan. Namun akan terus mengecil di musim kemarau. Namun demikian ''kelangkaan air'' di Curug Silancur pada musim kemarau tak berlangsung lama (tidak selama musim kemarau). Sebenarnya ini adalah ''masalah'' yang harus ditangani bagaimana menjaga debit air agar tidak kering kerontang. Salah satunya menjaga hutan di daerah tangkapan airnya agar tetap rindang sehingga mampu menyimpan air. Hulunya meruapakn hutan pinus Perhutani. Saya yakin Perhutani bisa menjaga hutan dengan baik. Selain itu hulu sungai yang juga dihuni sebuah dusun pastinya akan ada sampah-sampah rumah tangga maupun limbah lainnya. Ini yang harus diedukasikan kepada warga untuk tidak membuang sampah di sungai dan BAB di sungai.

Akses jalan menuju Curug dari jalan raya selama ini gak jelas dan terjal karena kemiringan lahan dilokasi. Maka dari itu perlu dibuatkan ''jalur'' yang nyaman dengan pembangunan anak tangga dan jalan lain. Anak tangga ini nantinya harus mengikuti kontur lahan (berundak) sehingga tidak banyak ''memotong'' lahan pertanian atau tanah warga. Zig-zag memungkinkan untuk mengurangi kemiringan jalan segingga tidak akan melelahkan wisatawan. Di sepanjang jalan dibuat semacam gubuk/ pos/ gazebo tradisional (kecil saja) untuk tempat melepas lelah, tiga saja atau berapa menyesuaikan kondisi di lapangan. Sepanjang jalan ini juga harus ada pagar/ pagar pembatas/ pagar pegangan sehingga aman serta yang paling penting adanya tempat sampah.

Parkir kendaraan, warung, toilet, mushola sebaiknya difokuskan disisi/ atas jalan raya. Hindari warung disekitar Curug karena nantinya akan disalah gunakan oleh wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Pasang papan himbauan bahwa wisatawan dilarang merusak tanaman, membuangs ampah, berbuat mesum dll. Selain itu ingatkan bahwa wialayah tersebut merupakan wilayah Cagar Alam Nasional Geologi Karangsambung dan Perhutani. Tempat penjualan tiket diletakan sesaat turun ke jalan setapak/ curug karena jalan raya adalah jalan umum bagi warga (yang bukan untuk berwisata).

Dan semua itu kunci utamanya di ''Warga, terutama yang mempunyai tanah/lahan disekitarnya''. Apakah mereka ''rela'' tanahnya yang mungkin memiliki produktivitas emas diinjak injak dijadikan jalan menuju Curug Silancur? Semoga lekas dikelola dengan baik. Dan ingat harus ijin bapak-bapak perhutani biar tidak bermasalah nantinya :D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar